Saya teramat dingin. Pucat pasi. Tak berdarah lagi muka ini. Jalan sudah goyang. Dada amatlah sesaknya. Napas satu-satu, berat sekali. Saya sangat disiplin, ternyata kena juga. Saya positif corona di tengah kampanye gelombang kedua yang besar. Ya Tuhan. Ini kali pertama saya naik dan rebah dalam ambulance, menggigil. Ini pertama kali, paru-paru saya bagai diremas. Makin lama kian kuat. Ini pertama kali saya demam, yang membuat seluruh tubuh mandi keringat. Dua kali per jam ganti baju. Ketika naik ambulance, saya seperti dilarikan ke dunia lain, sirinenya meraung panjang, membelah kota Jakarta yang sepi menjelang dinihari. Saya yang lahir di Jakarta, tak pernah setakut ini di kota yang sama. Malam telah memanjat jauh ke depan. Sebentar lagi dinihari. Paru-paru ini, serasa pecah semenjak pagi tadi terbujur di IGD Rumah Sakit MMC Jakarta Selatan. Ya, rumah sakit inilah yang menyatakan saya positif corona. Sebelumnya juga ditemukan bintik putih dari hasil CT Scan paru. Saya divonis pneumo
Seorang pemandu lori yang baru datang langsung meneguk habis isi gelas itu. Lelaki yang empunya gelas terus menangis. "Hei, jangan la nangis!" kata pemandu lori. "Aku cuma bergurau. Aku belikan kau minuman yang lain!" "Bukan itu masalahnya. Hari ini merupakan hari terburuk dalam hidupku. Pertama, semasa aku ke pejabat tadi bosku marah besar dan aku dipecat. Ketika mahu pulang, ternyata keretaku dicuri orang. Masa aku naik teksi, ternyata dompet dan kad kreditku tertinggal di dalamnya. Sampai rumah, isteriku tidur dengan tukang kebun. Aku meninggalkan rumah dan datang ke bar ini. Setelah berfikir panjang, aku mengambil keputusan untuk mengakhiri hidup aku, tiba-tiba kau pulak muncul meminum racun aku.
Comments
Post a Comment